Akhir tahun 1981 kedua orang tuaku Rembuk dengan pasangan nenek kakekku, mereka sepakat menambatkan nama SUPARTA pada bayi mungilnya yang lahir 25 September itu. Entah dari mana ide Emak dan Abu-ku memberi nama yang menurut tetangganya (Geumpang), aneh dan tak mengandung arti, (kebiasaan emak, abu, dan abu chik di kampungku memberi nama anak/cucunya, selalu berhubungan dengan Al-quran atau ke-Arab-Araban).
``
Soal nama yang aneh, aku tak sempat menanyakan asal-usulnya pada kedua orang tuaku, ketika aku menginjak remaja dan sedang belajar di Pesantren Darussa’adah Tuepin Raya Pidie, kedua orang tuaku dipanggil ke sisi-Nya (ya Allah ampunilah dausa kedua orang tuaku, berikan keduanya keluasan kubur) sebelum sempat kutanyakan soal nama itu. Supaya agak dan ada ke-Arab-Araban, saat di Pesantren itulah aku menambah nama belakangku dengan Arz (Abdul Razak nama Abu-ku, itu!) kemudian namaku menjadi SUPARTA ARZ, hal itu kulakukan agar tak banyak pertanyaan aneh dan nyeleneh dari Ustad dan Santri lainnya.
Dalam mengenyam pendidikan menurut kawan-kawan, aku juga Aneh, dari SD hingga SMA aku tak pernah betah di satu sekolah, alias sejak SD, SMP dan SMA aku selalu tidak menamatkannya di sekolah yang sama. Yang paling menggelikan teman-temanku ketika aku pindah dari SMU 5 Banda Aceh (yang sempat berubah nama jadi SMU DKI Jakarta, bikin malu alumni adja) ke Pesantren.
Soal aku jadi santri itu ulah Abangku (walau kemudian aku jadi betah, dan rindu nyantri), sewaktu hari (Saat akhir semester kelas I SMU) Abangku mendapati aku sedang teler di kamar kos berdua pacarku. Sejak saat itu Abangku tidak pernah ngomong dan peduli lagi sama aku, yang aku salut dia tidak pernah melapor tentang kehidupan pribadiku sama Ortu. Sebulan sejak itu, nama ku tidak ada lagi dalam absensi kelas 1.1 (Kelas inti oi) di SMU 5 Banda Aceh. Abangku yang mengurus semua berkas Kepindahanku ke Dayah, dan sejak saat itulah aku taubat dan taat (Walau kadang jarang ibadah, tapi berjanji tidah menambah dosa). Setalah menamatkan studi SMU di Dayah, aku melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, jurusan Manajemen, fokus Marketing sampai bertitel Sarjana Ekonomi (SE).
Setahun pasca tamat Kuliah dan sempat nganggur atas saran Zainal Arifin M. Nur, melamar ke Harian Aceh (Dia juga yang mengantarku dan merekomku ke pimpinan perusahaan H), sesuai disiplin ilmu aku melamar di marketing, tapi kemudian diterima untuk posisi Wartawan (meraba di dunia gelap dari pada jadi pengangguran). Walau tak punya dasar jurnalistik aku terus belajar dan belajar. Agustus 2009 genap dua tahun pengabdianku di Harian Aceh.
Awalnya aku tak begitu tertarik dengan dunia fotografi, namun kejadian di simpang Jambo Tape, (berebutan kamera kantor yang hendak kupinjam untuk bergaya sama rekan kerjaku. Sampai saling memaki di depan umum karena dia tidak mengizinkanku memegangnya) titik awal ketertarikanku pada dunia mengintip ini.
Sejak saat itu, aku bertekat ingin punya kamera sendiri dan berjanji tak pernah meminta pinjam milik kantor. Syukur 6 bulan bekerja, aku berhasil mengkredit kamera Canon 400 D, (pertengahan 2010 baru lunas kreditnya). Sejak saat itu ketertarikanku mulai tumbuh. Dan sampai kini kamera kredit itulah tak gendong ke mana-mana. Pada akhir 2008, aku bergabung dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, sejak saat itu cakrawalaku mulai terbuka, asal ada peluang, setiap pelatihan jurnalistik aku ikuti pertengahan 2009 aku juga menjadi kontributor acehkita.com.
Soal hobby, selain motret, apapun yang orang banyak suka, aku ikut suka, termasuk soal selera musik, film, bacaan, dll [*]
2 komentar:
Abangkan tamatan Manajemen Sarjana Ekonomi, Mau tak jadi Manajer Pemasaran di Perusahaan Biecoffee.
Boleh lah....Mantap tuh tawaran...
Posting Komentar