'Penangkal Syahwat'

Sebagian orang mungkin mengangap peraturan ini aneh, cari-cari sensasi atau lain-lain. Tapi tidak bagi Ramli Mansyur. Bupati Aceh Barat ini Mulai 25 Mai 2010, melarang perempuan di Kabupaten itu mengunakan celana. Alasannya, mengunakan celana sama saja mengumbar syahwat.

Sebagai Bupati, Ramli punya tangungjawab yang besar. Bukan hanya memikirkan nasib rakyat yang lapar, menekan angka penganguran atau membangun daerah tertinggal saja. Baginya soal moral juga cukup penting. ”Saya akan diminta pertangungjawaban oleh Allah jika tidak membuat aturan ini,” kata Ramli.
Aturan yang keluar melalui peraturan Bupati Nomor 5 tahun 2010 tentang Penegakan Syariat Islam dalam Pemakaian Busana Islami ini, mewajibkan wanita menutub seluruh anggota badan, kecuali muka, telapak tangan sampai pergelangan dan kaki sampai mata kaki. Sementara bagi lelaki pakaiannya tidak merupai wanita, sopan dan tidak menyerupai pakaian khas agama lain.

Bila melangar akan dikenakan sanksi moral, etika, dan sanksi sosial. Selain dieksekusi Polisi Syariat, Penerapan aturan ini juga diserahkan kepada perangkat mukim/gampong yang berwenang. Ada juga sanksi kurungan bagi pelangar. ”Bisa saja kurungan selama seminggu,” sebutnya.

Jangan coba-coba menentang aturan ini. Karena Ramli tak main-main. Dia bahkan menyebut orang itu Murtad. “Saya mengharapkan agar jangan sekali-kali kita melemahkan posisi Islam. Jangan anggap enteng Islam, karena hukumnya murtad, siapa yang tak mendukung wajib taubat,” kata Ramli Mansur.
Tak hanya penguna celana, perjual pun kena getahnya. Ramli mengancam akan mencabut izin usaha toko pakaian yang masih menjual pakaian ketat di Aceh Barat. Sebagai saran, bagi kaum hawa yang ingin mengunjungi Aceh Barat, bawalah rok jika tak mau disebut murtad. Apalagi ibukota Aceh Barat, Meulaboh, kini berjuluk Kota Tasauf dan Tauhid. Ramli yakin, rok bisa menjadi obat penangkal Syahwat.
“Kita harapkan warga dari daerah lain menghormati aturan syariat islam yang dibelakukan di Aceh Barat ini,” Serunya.
Read more

Penghasil Dolar

Laju kerusakan hutan Aceh dari tahun ke tahun terus meningkat, data Fauna dan Flora Internasional (FFI) tahun 1980, hutan Aceh masih memiliki luas sekitar 4,2 juta hektar. Pada tahun 2006 ditaksir hanya tinggal 3,3 juta hektar saja. Dalam kurun waktu 26 tahun, 910 ribu hektar hutan Aceh terdegradasi akibat konsesi yang bersifat komersil.Kini sisa hutan Aceh tersebut masuk dalam skema reduced emissions from deforestation and forest degradation (REDD), atau menerima jasa menjaga hutan dengan menjual carbon pada negara-negara penghasil emisi melalui mekanisme karbon credit.
Salah satu kesepakatan Protokol Kyoto 1997, Negara-negara industrilalisasi penghasil emisi terbesar diwajibkan untuk menurunkan emisi gas karbon penyebab utama pemanasan global.
Bila tidak mempu menurunkan emisinya, neraga-negara tersebut harus menebus dosa dengan membayar kompensasi pada negera-negara yang masih menjaga hutannya malalui sistem perdagangan karbon.
Walau mekanismenya belum jelas, tapi melalui pasar sukarela (Voluentary Market), Merrill Lynch International (broker), dari Inggris berkomitmen menjual karbon hutan hutan senilai 10 juta dollar AS pada negara penghasil emisi, dengan catatan Aceh mampu mencegah degradasi hutanya, dan Merrill Lynch baru akan membayar jika kawasan hutan Aceh sudah memiliki sertifikat kredit. Atas jasanya menjaga Hutan mulai 2012, Aceh akan menerima jutaan dolar atas carbo hutannya. Akankah dolar tersebut juga akan menyentuh mereka yang kehilangan pekerjaan kerena harus menjaga hutan?.

Read more